Sunday, July 15, 2018

Bisnis Sukses Tak Hanya Bermodal Sepeser Uang dan Niat

Cr: infusionsoft.com

Seorang pemuda berusia belasan tahun mengepak konsol game koleksinya ke dalam sebuah mobil tua. Ia berniat untuk menjualnya untuk modal usaha, setelah gagal dalam beberapa tahap usaha memulai berbisnis yang membikin uangnya kini habis.

Top Ittipat, nama pemuda itu, memang bocah yang sangat gigih. Begitulah setidaknya yang tergambar dari sebuah film Thailand berjudul The Billionare. Konon, film ini diambil dari kisah nyata seorang pengusaha sukses yang berhasil memasarkan snack rumput laut asal negeri tom yum tersebut. Saya rasa hampir semua orang Indonesia mengenal produk yang punya nama lumayan susah disebutkan orang Indonesia ini, Tao Kae Noi.

Dalam film tersebut, Top, yang merupakan seorang gamer, menemukan bahwa dia bisa menjual senjata dalam game. Top menjual begitu banyak, dan menghasilkan begitu banyak uang hingga akhirnya ia bisa membeli mobil sendiri. Namun, tanpa terasa kuliahnya terbengkalai karena Top sadar bahwa passion-nya adalah berjualan.

Suatu hari, bisnis orangtua Top bankrut. Ia akhirnya mencari jalan untuk membangun usaha sendiri. Awalnya, Top memulai berjualan kacang rebus, namun gagal setelah banyak perjuangan yang ia alami. Setelah itu, ia menemukan camilan menarik milik temannya, snack rumput laut. Top berpikir untuk membuatnya sendiri. Setelah malam-malam penuh kegagalan, akhirnya ia bisa membuat produk yang enak.

Perjuangan tidak berhenti di situ. Top harus memikirkan cara bagaimana memasarkan produk miliknya. Lagi-lagi sebuah perjuangan yang melelahkan, tapi toh akhirnya membuahkan hasil juga. Produk Top diterima sebuah toko ritel, kemudian ia sukses besar.

The Billionare adalah salah satu dari sekian banyak media informasi yang menyampaikan pesan bahwa, kalau kamu mau berbisnis, just do it. Kamu bakal banyak mengalami jatuh bangun, dalam proses itu tentu akan mendapat banyak pelajaran. Tapi, seringkali orang menganggapnya mentah-mentah. Just do it, bahkan dengan kesiapan model bisnis yang lemah dan informasi nol mengenai pasar. Ujungnya hanya berakhir dengan kegagalan dan kegagalan saja.

Padahal, banyak pengusaha sukses yang saya wawancarai memulai bisnisnya tidak sekedar bermodal uang dan niat. Mereka selalu melakukan satu hal yang penting namun sering terlupakan. Riset!

Menurut Financial Edge yang dilansir dari Detik Finance, alasan kegagalan sebuah startup di antaranya adalah tidak dilakukannya riset pasar dan kurangnya perencanaan bisnis. Melalui riset, kita jadi tahu pasar apa yang ingin kita sasar, apa masalah yang ada di dalamnya, bagaimana solusi untuk masalah tersebut, bagaimana model bisnis yang pas, lalu bagaimana eksekusinya. Itu untuk bisnis yang solutif. Kalau sekedar ingin jadi pemasar produk yang sudah ada, riset juga tetap saja diperlukan untuk memahami perilaku pelanggan dan bagaimana para kompetitor bekerja.

Pasar adalah satu kata kunci penting dalam berbisnis. Kalau saya mau berjualan, tapi tidak mengenal pasar, itu sama saja seperti membuang garam ke laut. Menurut Neil Patel, dalam tulisannya di lamanonline Forbes, kesalahan pertama yang dilakukan sebuah startup gagal adalah membuat produk yang tidak diinginkan orang-orang. Pengetahuan akan pasar yang baik membuat saya tahu keinginan mereka, dan kemudian menemukan bagaimana cara memunculkan produk yang tepat untuk memenuhinya.

Bahkan, perusahaan yang sudah besar pun memerlukan riset pasar terus menerus. Rezky Yanuar, Country Manager Shopee Indonesia, sempat berkata pada saya bahwa Shopee terus-terusan melihat bagaimana perilaku pasar e-commerce yang dinamis. Perubahan yang sangat cepat itu harus ditanggapi dengan inovasi dan eksekusi yang cepat juga. Hal itu Shopee tuangkan salah satunya dengan menghadirkan game-game di dalam aplikasnya. Ia tahu persis bahwa pasarnya, generasi milenial ke bawah, dapat ditingkatkan engagement-nya melalui cara tersebut.

Rezky juga paham bahwa kini pelanggan e-commerce tidak hanya dari kaum urban saja, tapi juga masyarakat di daerah. Memengang pengetahuan itu, ia memasang iklan di televisi, media yang diminati masyarakat daerah, sekaligus pasar yang lebih besar daripada kaum urban.

Setelah memahami pasar, menemukan model bisnis yang tepat, alangkah baiknya juga bila melakukan riset produk. Hal ini dilakukan Ade F. Meyliala, seorang pengusaha madu mentah asli bertajuk Bali Honey. Dalam wawancara dengannya, Ade menjelaskan dengan sangat jelas bagaimana produknya dihasilkan dan apa yang menjadi nilai tambah produknya. Sebelum memahami itu semua, Ade melakukan riset selama satu tahun penuh untuk menemukan lokasi peternakan yang tepat dan menghabiskan Rp 1,5 miliar rupiah dari modal Rp 5 miliar yang ia siapkan.

Kini, dengan memahami betul kualitas madu premiumnya, Ade berani mematok harga madu Rp 275 ribu per 600g. Hal tersebut bisa dilakukannya juga karena ia tahu pasar mana yang akan ia sasar nantinya.

Riset terhadap sebuah masalah sempat dilakukan oleh Eddy Christian Ng, CEO dari startup e-commerce furnitur bernama Livaza. Awalnya, ide membangun Livaza mencul dari kesulitan Eddy mencari furnitur, karena pilihan di toko hanya sedikit. Ia akhirnya berkeliling Indonesia untuk melihat karya para pengrajin daerah yang belum terekspos. Dalam riset itu, ia menemukan bahwa produk daerah yang berkualitas itu, bukannya laris di pasar lokal malah lebih sering diimpor. Eddy melihat masalah itu sebagai peluang untuk mendirikan Livaza. Kini, sudah ada 300 UKM yang bergabung dengannya dengan total penjualan per bulan mencapai US$ 100-500 ribu.

Bila saat ini kamu sedang berniat untuk memulai sebuah bisnis, lakukanlah dengan persiapan matang. Ingatlah bahwa bahkan ketika hendak melakukan apapun; perang, lomba debat, kompetisi olahraga, sampai main judi sekalipun, pengetahuan kita akan medan tempat kita akan berperang akan menentukan hasil akhirnya.


No comments:

Post a Comment

< > Home
Nisrina Salma © , All Rights Reserved. BLOG DESIGN BY Sadaf F K.