Sebagai penikmat film thriller dan film comedy, aku benar-benar excited saat ada film Indonesia yang menyatukan kedua genre ini. Meskipun genre ini bukanlah hal baru dalam dunia perfilman, namun kehadirannya di tengah film bertema cinta di Indonesia bagaikan segelas air yang muncul di tengah kehausan akan genre film yang 'beda'.
Jujur aku bener-bener kagum sama film thriller buatan lokal pendahulunya, seperti Rumah Dara, Modus Anomali, Kala, sampai Fiksi. Naskah bagus didukung oleh akting yang mumpuni serta pengambilan gambar dan audio yang baik jelas tidak diabaikan oleh si pembuat film-film tersebut.
Berkaca dari film thriller lokal ke belakang, aku berekspektasi banyak dari film ini.
Sumber gambar: tahuberita.com |
Hangout dibuka dengan adegan penjambretan seorang perempuan di gedung kosong, yang ternyata merupakan set film yang diperankan oleh Raditya Dika. Setelah syuting selesai, ia beranjak menghampiri para wartawan untuk menjawab beberapa pertanyaan. Dika menyebutkan bahwa film yang sedang ia bintangi tergolong ke dalam genre 'action lebay'. Saat seorang wartawan menanyainya mengenai kendala dana yang sedang dihadapinya, Dika menyuruh asistennya untuk membubarkan para wartawan.
Nampaknya kesulitan dana yang dialami Dika bukan hanya isu, yang ditunjukkan dengan diusirnya ia dari kontrakannya, serta pinjaman dari bank yang belum terbayar. Saat sedang galau di dalam mobilnya, Dika menemukan selembar undangan dari Toni Sacalu. Karena merasa asing dengan nama tersebut, dia bertanya pada manager. Menurut managernya, pria tersebut telah membuat janji sejak lama dan membayar DP 50 juta. Mendengar duit, Dika langsung pasrah dan menerima undangan tersebut.
Set berikutnya adalah pelabuhan, di mana Dika bertemu dengan rekan artisnya yang lain, yaitu Soleh Solehun, Dinda Kanya Dewi, Bayu Skak, Gading Marten, Mathias Muchus, dan Surya Saputra, yang mengaku mendapat undangan serupa. Mereka berangkat untuk memenuhi undangan tersebut menggunakan kapal, dan akan dijemput 3 hari kemudian.
Lokasi undangan tersebut ternyata merupakan sebuah pulau terpencil yang berisikan hutan yang dikelilingi oleh laut. Melalui petunjuk yang ada di jalan, mereka sampai pada sebuah villa besar di tengah pulau. Meski telah terus memanggil si pengundang, Toni Sacala, pria tersebut tidak kunjung menampakkan diri. Mereka akhirnya memutuskan untuk masuk dan memilih kamar saja.
Semua baik-baik saja sampai Mathias Muchus terbunuh pada makan pertama mereka di pulau tersebut. Satu per satu dari mereka mulai dihabisi, dan pencarian pembunuh dilakukan.
Bila melihat film-filmnya yang sebelumnya, Raditya Dika berusaha membuat hal baru dalam daftar film buatannya. Meski begitu, komedi khas Dika masih melekat pada setiap adegan.
Kali ini, yang ingin aku bahas lebih dalam adalah dari sisi thrillernya.
--SPOILER ALERT!--
Dari sisi pengambilan gambar dan audio, film ini cukup baik menggiring penonton ke dalam nuansa thriller-comedy. Pada pertengahan film aura tegang mulai terasa dan kadang-kadang dibikin deg-degan, terutama pada adegan Soleh dan Gading mulai curiga satu sama lain di garasi.
Yang patut disayangkan adalah pembawaan para karakter dalam menghadapi pembunuhan yang menurutku terlalu tenang menghadapi situasi. Mulai dari para cowok, sampai Titi Kamal dan Dinda bersikap santai saja melihat mayat si Om seperti lihat kucing mati, Mungkin niatnya agar unsur komedinya dapat, tapi bayangkan kalau kamu ada di pulau terpencil tak berpenghuni dan salah satu temanmu mati diracun. Apakah bisa kamu gak panik? Reaksi paling wajar adalah ketakutannya Surya Saputra yang sampai teriak-teriak cantik sambil lari.
Padahal, aura ketakutan para karakter sebenarnya bisa diolah menjadi komedi yang baik. Kalau kita melihat film comedy-horrornya Thailand, Phobia, kelucuan muncul dari kepanikan para karakter saat bertemu hantu-hantu seram dalam film. Keinginan memunculkan komedi di tengah situasi mencekam tidak perlu bikin filmnya jadi tidak realistis,
Padahal, aura ketakutan para karakter sebenarnya bisa diolah menjadi komedi yang baik. Kalau kita melihat film comedy-horrornya Thailand, Phobia, kelucuan muncul dari kepanikan para karakter saat bertemu hantu-hantu seram dalam film. Keinginan memunculkan komedi di tengah situasi mencekam tidak perlu bikin filmnya jadi tidak realistis,
Poin kedua, menurutku ada beberapa komedi selingan yang muncul terlalu panjang di adegan yang penting. Contohnya saat Bayu Skak mati, Dika dan Sholeh malah asik mengobrol dibandingkan dengan teriak-teriak panik ngelilingin mayat Bayu.
Terakhir, alasan Prilly membunuh kedelapan temannya dirasa tidak masuk akal. Hanya karena mereka mengajak Prilly ngobrol terus-terusan dan membuatnya kehilangan waktu bersama bapaknya sebelum meninggal bukanlah alasan yang kuat untuk membunuh. Dalam film Korea berjudul A Million dengan plot serupa, si pembunuh melakukan skema pembantaian dengan alasan bahwa beberapa tahun sebelumnya, orang-orang yang dibantai hanya menonton dan tidak menolong istrinya yang tengah diperkosa (kemudian dibunuh) di tengah keramaian. Hal yang menimbulkan trauma dan kebencian wajar seperti ini lah yang diperlukan dalam skenario film thriller.
Meskipun ada beberapa hal yang dirasa kurang klik, aku rasa film ini layak menjadi tontonan seru.
Rating: 3/5
No comments:
Post a Comment