Tuesday, June 27, 2017

Ujian Prinsip



Tulisan pendek di layar ponsel Joni membuatnya bergolak. Kasus korupsi lagi! Muak dirinya melihat banyak penjarah uang negara besar-besaran masih bisa menyungingkan senyum di balik baju tahanan KPKnya. Malunya di mana sih? Dia ngedumel.

Namun, pernahkan Joni membayangkan, bagaimana karakter penjarah tersebut bisa terbentuk di tanah air kita? Bukankah seorang individu dibentuk dalam lingkungannya?

Dia perlu meninjau lingkungan sekitarnya, atau bahkan dirinya sendiri. Sudahkah kita berlaku seperti yang kita tuntut pada mereka?

Kalau saya melihat apa yang terjadi kepada saya dan teman-teman, banyak masalah hidup yang menggonjang-ganjingkan prinsip hidup kita. Misalnya, keinginan untuk terus berlaku jujur runtuh saat dihadapkan dengan lembaran ujian sulit dan lingkungan yang mendukung kegiatan contek-mencontek. Atau runtuh pula ketika kita harus berbohong mengenai laporan praktikum suatu mata kuliah.

Apakah itu salah kita? Tentu, iya. Namun ada yang perlu dicermati dalam cara mendidik generasi kita. Menurut saya, pendidikan kita selalu berorientasi pada nilai. Nilai adalah segala-galanya melebihi proses.

Contoh kecil adalah anak bernilai 100, tak peduli hasil mencontek atau tidak, tentu akan lebih dihargai dibandingkan yang bernilai 70. Sementara meski sudah berlaku jujur, anak bernilai 50 malah dimarahi. Kampanye anti mencontek akan sia-sia bila keadaan membentuk kita menjadi seperti itu.

Betul memang, saat terjun ke masyarakat, akan banyak ujian prinsip yang datang pada kita. Tapi didikan saat kecil akan membentuk kebiasaan saat dewasa dan konsep mengenai prinsip tersebut akan mengkristal dalam diri. Untuk memperkuat kita dari dalam, diperlukan poin ke dua.

Poin kedua adalah kurangnya menanaman moral dalam pelajaran agama. Pendidikan agama selama saya sekolah begitu berfokus pada hapalan dan bacaan, hingga lupa memaknai apa yang sesungguhnya hendak disampaikan agama tersebut. Nilai-nilai. Kejujuran, integritas, memenuhi janji, mencari ilmu, berpikir kritis, berbuat baik, dll.
Agama akan menjadi pedoman hidup dan berpikir, bukan dipakai untuk masker penutup berbuatan jahat. 

Bayangkan, mengingat betapa religiusnya masyarakat kita, integritas tak akan mudah goyah bila penyampaian agama tersebut diarahkan lebih pada nilai yang sudah dijabarkan barusan.

Mengubah sistem memang hampir mustahil dilakukan bila kita tak punya wewenang untuk mengubahnya, namun kedua poin di atas dapat kita terapkan pada lingkungan terkecil; keluarga. Kita dapat memberi perhatian khusus pada adik-adik dan anak-anak untuk mengarahkannya pada poin barusan. Apresiasi kejujuran dan penghargaan terhadap proses tentunya akan meningkatkan keberanian mereka untuk tetap menjaga integritas, betapapun sulitnya ujian prinsip di masa dewasa.

No comments:

Post a Comment

< > Home
Nisrina Salma © , All Rights Reserved. BLOG DESIGN BY Sadaf F K.