Thursday, June 22, 2017

Yuk Cobain Pangan Alternatif!


Makanan apa sih yang harus ada di piring kamu tiga kali sehari? Yang kalau gak ada makanan itu, rasanya belum makan? 

Betul, nasi! Buat orang Indonesia, udah menjadi 'kewajiban' untuk mengonsumsi nasi setiap hari. Selain rasanya yang sedikit manis, gurih, cocok ditemani berbagai lauk yang bikin ngiler, juga teksturnya yang lembut bikin kita semua jatuh cinta.

Pasti kita tahu, kalau nasi ini berasal dari tanaman mirip rumput yang namanya padi. Kalau kamu main ke daerah-daerah di Pulau Jawa, kamu pasti sering nemuin sawah yang begitu luas. 

Sebenarnya orang dulu makanan pokoknya gak cuma nasi. Ada yang makan ubi, singkong, atau sagu di daerah timur Indonesia. Ada juga sorgum dan jali, yang mungkin udah jarang terdengar namanya. Beragam bahan pangan ini bikin Indonesia kaya akan sumber hayati.

Tapi kan, makan singkong gak ada nutrisinya? Lagian, gak elit banget makan singkong!



Menurut Direktur Bina Gizi Kemenkes, singkong dan umbi lain lebih sehat daripada padi, dikarenakan kandungan seratnya yamg tinggi. Kandungan energi yang tinggi pada padi akan berakibat negatif apabila aktivitas kita minim. Energi tersebut juga malah akan meningkatkan gula darah dan seratnya yang rendah membuat pencernaan kita terganggu.


Sayangnya pada masa orde baru, pemerintah mempromosikan penyeragaman pangan pokok pada nasi. Mungkin selintas hal ini terdengar baik, tapi penyeragaman ini pada akhirnya jadi memberatkan sektor produksi. Dari awalnya setiap daerah punya tanaman andalannya masing-masing (yang tumbuh subur di daerahnya), menjadi semua minta nasi! Kebutuhan nasional akan nasi jadi meningkat deh.

Untuk memenuhi kebutuhan nasional ini, lahan-lahan dibuka dan dibuat sawah. Varietas unggul dipakai. Penggunaan pestisida ditingkatkan dalam rangka peningkatan produksi. Vegetasi hijau yang isinya beragam tanaman, diganti menjadi tanaman padi.

Ada banyak pengaruh negatif dari semua kegiatan itu, salah satunya adalah kerusakan alam. Varietas unggul cenderung menguras unsur hara secara besar-besaran dari tanah, hingga tanah menjadi rusak. Kekayaan hayati menjadi terkuras karena beberapa spesies alami habis tergantikan padi. Bahan kimia yang dipakai ikut membunuh serangga yang sebenarnya punya peran penting di ekosistem. 

Untungnya, sekarang kesadaran akan dampak negatif itu mulai timbul. Para pakar pertanian mulai menyusun teknik penyediaan pangan yang bisa memenuhi kebutuhan, namun tetap memelihara alam. Dari revolusi hijau yang meningkatkan produksi secara besar tapi melaluo 'jalan pintas kimia', kini kita kembali mengagungkan budidaya pertanian konvensional yang ramah lingkungan.

Salah satu jalan yang dicanangkan adalah melalui pemanfaatan kekayaan lokal. Jadi, para petani daerah disarankan bertani dengan input organik yang tersedia di daerahnya, juga menanam tanaman yang paling subur ditanam di daerah masing-masing. Diharapkan bila hal ini terlaksana dengan baik, kesehatan lingkungan juga turut kembali membaik.

Seiring dengan bertambahnya manusia, sudah sewajarnya kita mulai sadar betapa bumi memerlukan perhatian kita. Sekecil apapun usaha kita untuk mencegah kerusakan alam, tentu akan berpengaruh apabila semua orang juga melakukannya.  Yuk, mulai coba tingkatkan variasi sumber makanan pokok kita. Makin beragam pangan yang kita konsumsi, makin kaya lidah akan rasa, makin sehat tubuh, dan makin terjaga lingkungan kita.

Referensi:

No comments:

Post a Comment

< > Home
Nisrina Salma © , All Rights Reserved. BLOG DESIGN BY Sadaf F K.