Friday, December 9, 2016

Genetically Modifed Organisms (GMO): Benarkah Berbahaya?

Genetically Modified Organisms (GMO) dikenal sebagai organisme yang dimodifikasi secara genetik melalui teknologi manusia sehingga memiliki karakter yang diinginkan. Secara harfiah GMO merupakan organisme yang telah diubah karakter genetiknya, maka pada umumnya semua tanaman pertanian merupakan GMO. Pada saat terjadi persilangan antara tanaman betina dan jantan, terjadi pula percampuran genetik diantara keduanya. Namun saat ini pengertian GMO menyempit menjadi tanaman yang dimodifikasi menjadi tanaman yang dimodifikasi dengan menggunakan mekanisme transgenik (menyisipkan gen organisme satu ke organisme lain) dan mutasi (menginduksi tanaman secara acak).

Sumber: Golden Rice Project


Beberapa varian pangan yang kita konsumsi merupakan produk GMO, contohnya kedelai, gula bit, golden rice, hingga jagung. Produk kedelai GMO yang terkenal adalah kedelai-bt yang tahan terhadap serangan hama ulat, dihasilkan melalui teknologi transgenik. Bakteri tanah Bacillus thuringiensis diketahui mengandung gen penghasil protein racun terhadap serangga, kemudian disisipkan pada tanaman kedelai sehingga terbentuklah kedelai yang mengandung gen penghasil protein racun tersebut. Golden rice merupakan padi yang disisipi gen penghasil beta-karoten (yang mensuplai vitamin A dalam tubuh manusia) dari bakteri Erwinia uredovora dan tanaman daffodil (GR generasi 1) kemudian tanaman jagung (GR generasi 2). 

GMO dikenal sebagai produk yang berbahaya. Benarkah begitu?
Banyak media yang mempropagandakan bahaya GMO, dimana disebutkan GMO dapat merusak ekosistem, berpotensi menyebabkan racun dan alergi, bersifat karsinogenik, hingga isu moral seperti penggunaan gen babi yang disisipkan pada produk pertanian.
Beberapa propaganda ini memang dirasa betul, seperti ekosistem yang terganggu. Contohnya penanaman kedelai-bt, yang menyebabkan ulat-ulat mati saat memakan bagian tanaman tersebut. Namun, bukannya praktik pertanian saat ini memang telah mengganggu ekosistem dengan cara yang sama? Kita menggunakan pestisida untuk membunuh segala hama yang menyerang, yang mana tentunya bahan pestisida jauh lebih berbahaya daripada protein racun yang dikandung pada kedelai-bt. Pestisida menghasilkan residu yang dapat mencemari lingkungan dan menganggu kesehatan petani. 

Asumsi bahwa seluruh GMO dapat menghasilkan racun, alergi, dan bersifat karsinogenik dirasa terlalu berlebihan. Sesungguhnya dalam setiap varian bahan pangan (yang bahkan bukan merupakan GMO) berpotensi untuk menjadi beracun, menyebabkan alergi ataupun bersifat karsinogenik. Bahan pangan alami pun, yang kita petik dari hutan, mungkin saja beracun. Bila ada yang beragumen bahwa sifat karsinogenik merupakan residu hasil teknologi mutasi, tentu hal ini kurang  tepat. Dalam teknologi ini, yang dimutasi merupakan susunan genetiknya, sementara yang berpengaruh pada tubuh kita merupakan ekspresi dari perubahan genetik tersebut. Kita mengonsumsi mutan, bukan mutagennya. Organisasi-organisasi resmi yang melakukan penelitian pada GMO, seperti WHO, American Medical Association, serta the British Royal Society menyatakan bahwa mengonsumsi GMO mengandung resiko yang sama dengan mengonsumsi pangan hasil teknologi pertanian konvensional.

Maka dari itu, untuk menghindari ketiga poin tersebut, diperlukan pengujian-pengujian terhadap setiap produk makanan, termasuk GMO, agar aman dikonsumsi manusia. Peraturan mengenai pelepasan produk pangan yang ketat perlu ditegaskan, serta informasi produk dalam kemasan mutlak perlu. Pada produk GMO, asal-usul genetik yang terkandung dalam produk tersebut sangat perlu dilampirkan pada kemasan agar konsumen yang memiliki alergi makanan tertentu dapat menghindari terjadinya reaksi alergi. 

GMO juga memiliki banyak keuntungan, diantaranya dapat meningkatkan produksi pertanian, mengurangi penggunaan pestisida kimia, meningkatkan intensifikasi pangan, serta meningkatkan kualitas produk pertanian. Dunia memerlukan GMO untuk memenuhi kebutuhan pangan, dimana lahan semakin berkurang namun populasi manusia kian meningkat. Teknologi GMO berkontribusi besar dalam menyelamatkan populasi manusia. Ketakutan kita akan produk ini dapat diredam dengan mencari informasi lebih dan menjadi konsumen yang teliti. 

Sumber: biotechnologygoldenrice.weebly.com


Referensi:
- Lallanilla, Marrc. 2016. GMOs: Facts About Modified Food. Tersedia: http://www.livescience.com/40895-gmo-facts.html (diakses 10 Desember 2016).
- Mutaqqin, Mafrikhul, H.F.Putra, A. Anindyaputri, A.M.Wibowo, J.P.Sidik, dan D. Samodro. 2011.  Genetically Modified Organisms (GMO): Peraturan dan Keresahan Pangan di Indonesia. Bios-logos.

- Pardal, Saptowo, M.Herman, T.I.R. Utami, E. Listanto, B. Santosa, Slamet, I. Mariska, S. Hutami, dan A. Husni. 2004. Insersi gen cry1Ab pada tanaman kedelai melalui penembakan partikel. Kumpulan Makalah Seminar Hasil Penelitian BB-Biogen Tahun 2004.

No comments:

Post a Comment

< > Home
Nisrina Salma © , All Rights Reserved. BLOG DESIGN BY Sadaf F K.