Sunday, March 14, 2021

Thrift Shop & Thrifting Baju: Hemat tapi Tetap Stylish (+Pengalaman Belanja)

 

Baru-baru ini, banyak thrift shop online yang bermunculan di Instagram. Gak sekadar jualan, mereka juga membangun komunitasnya masing-masing. Bahkan, gak sedikit akun thrift shop yang punya followers ratusan ribu!

Wajar aja, alternatif fashion ini memungkinkan kita dapat barang bagus dan branded dengan harga yang murah banget. Tren ini juga timbul dari concern terhadap masalah lingkungan akibat budaya fast fashion yang ngehasilin limbah tekstil.


Namun, sebenarnya konsep thrift itu sudah ada sejak dulu, lho! Hanya saja memang gak semua orang sering ngelakuin thrifting karena butuh tenaga dan waktu yang banyak.


Dalam artikel ini, kita bakal membahas tentang perbedaan thrift shop, thrifting, dan preloved, pengalaman aku belanja thrift shop, dan rekomendasi thrift shop. 

Apa itu arti thrift shop, thrifting, dan preloved?

Kata thrift diambil dari bahasa Inggris yang artinya pengelolaan uang secara hati-hati. Makanya, istilah ini dipakai buat menggambarkan jual-beli barang murah yang bikin hemat uang.


Nah, thrifting adalah kegiatan berbelanja barang bekas dengan tujuan mendapatkan harga yang sangat murah. Biasanya, barang bekas tersebut diambil dari luar negeri sehingga kamu bisa menemukan brand dan model unik.


Thrifting juga identik sama retro fashion karena baju yang kamu temukan dengan cara thrifting biasanya baju-baju model lama, misal tahun 80 atau 90an. 


Kamu bisa belanja thrifting ke beberapa pasar khusus baju bekas, seperti Pasar Gedebage di Bandung atau Pasar Baru dan Pasar Senen di Jakarta.


Sementara itu, istilah thrift shop banyak dikenal sebagai penjual yang mengkurasi dan memasarkan kembali barang hasil thrifting secara online maupun offline. Biasanya mereka menjual lagi dengan harga berkali-kali lipat di atas harga thrifting. 


Hal itu emang menimbulkan banyak kritik, tapi gak sedikit juga yang merasa terbantu dengan adanya thrift shop. Pasalnya, perjuangan thrifting ke pasar emang gak mudah. Kamu belum tentu dapat barang bagus meskipun sudah muterin toko ke sana sini.


Selain thrifting dan thrift shop, ada juga istilah sejenis, yaitu preloved. Nah, preloved adalah barang bekas pakai yang dijual sama pemiliknya langsung. Jadi, barang preloved relatif masih baru karena baru melewati satu siklus pemakaian saja.

Pengalaman belanja thrifting vs thrift shop

Aku sendiri sebenarnya sudah mengenal thrifting sejak SMA. Waktu itu, ada teman yang memang senang belanja ke Pasar Gedebage Bandung. Dia cerita bisa dapat crewneck Nike dengan harga Rp20 ribu aja!


Waktu itu aku ragu sih buat nyobain beli, karena khawatir kurang higienis dan malas datang jauh-jauh ke sana. 

Mulai thrifting

Beberapa tahun kemudian, sekitar tahun 2019, seorang teman ngajak pergi ke Pasar Baru buat thrifting bareng. Wah, ternyata asik juga. 


Kita bisa dapat satu buah blus cuma dengan Rp35 ribu aja. Jaket-jaket juga murah banget, di kisaran Rp50 ribu sampai Rp100 ribuan. Kebayang gak, balik dari sana modal Rp200 ribu aja bisa dapet satu kresek!


Pulang-pulang aku rendam bajunya berjam-jam biar bakterinya hilang. Dan pas dipake aman-aman aja kok!

Nemu akun thrift shop online

Gak lama pas awal pandemi sekitar tahun 2020-an, konsep thrift shop online mulai ramai. Momennya juga pas banget sama pandemi yang bikin aku takut buat pergi ke Pasar Baru lagi.


Salah satu akun pertama yang aku tahu adalah @youpoppin di Instagram. Mereka emang niat banget sih, sampai punya tiga model khusus buat pemotretan pakai baju thrift.


Kurasi style-nya juga mantep banget. Mereka bisa maduin baju vintage jadi keliatan stylish ala-ala Pinterest. Aku pernah coba beli, tapi sayangnya kurang teliti lihat ukuran, alhasil ukurannya kebesaran haha. Tapi kalau dari bahan dan model keren banget kok!


Hanya saja kalau dari ukuran harga masih jauh lebih mahal dari harga di pasar. Waktu itu aku beli celana ya hampir Rp180 ribuan. Buat ngedapetinnya juga harus war, karena peminatnya banyak juga ternyata.

Setelah itu aku mulai cari akun-akun lain yang menarik. Ternyata banyak juga yang ngekurasi barang-barang branded kayak Nike, Adidas, Polo, sampai Burberry. Akhirnya ya aku mulai lah beli barang thrift di harga ratusan ribu itu.

Belanja di Carousel

Suatu saat, aku iseng-iseng buka lagi akun Carousel buat lihat-lihat. Aku emang udah lama suka jualin barang preloved-ku sendiri di sana. Tapi entah kenapa dulu belum tertarik buat belanja di sana.


Ternyata, di sana harga thrift shop yang dijual jauh lebih murah dari Instagram, meskipun masih lebih mahal daripada pasar. Aku bisa dapat blazer di harga Rp70 ribuan aja! Terus aku juga beli jaket harga Rp120 ribu.


Terus penjualnya juga beragam, ada yang memang pemilik thrift shop, ada yang memang suka jualan preloved aja kayak aku.


Uniknya, di Carousel kamu lebih leluasa buat nego. Karena emang ada fitur negonya. Jadi bisa kamu tawar lah sampai semurah-murahnya.


Cuma emang transaksi di sini beda sama Shopee atau Tokopedia. Kamu emang harus modal saling percaya aja karena langsung transfer duit ke rekening seller-nya. Tapi kalau khawatir penipuan, biasanya kamu bisa kok request buat transaksi lewat Shopee ke seller.

Tips belanja thrift shop

Berdasarkan pengalaman aku, aku kasih tahu beberapa tips belanja thrift shop biar gak gagal!

Tawar harga

Kebanyakan thrift shop di Instagram sebenarnya gak bisa ditawar, tapi kamu bisa coba belanja di Carousel biar bisa nawar. Namun, kamu juga harus ukur-ukur jangan nego afgan, alias sadis! Bisa-bisa bikin seller-nya bete dan kamu gak jadi dapet barangnya.

Perhatikan detail ukuran dan jenis bahan

Coba beli meteran baju gitu terus ukur badan kamu sendiri. Jadi, setiap mau beli celana, baju, atau sepatu, sesuaikan dulu ukurannya. Kalau gak tertulis di deskripsi bisa kamu tanya langsung ke seller.


Jenis bahan juga penting banget. Meskipun kelihatan di foto, ada baiknya kamu riset dulu bahannya kayak gimana dan apa cocok sama kebutuhan kamu, jangan sampai terlalu tebal atau tipis.

Tanya apakah ada defect

Berhubung baju thrift itu barang second, kadang-kadang emang ada defect atau sedikit kerusakan. Biasanya sih seller udah ngasih tau duluan di bagian deskripsi, tapi kalau belum ada, wajib kamu tanya ya!

Pilih seller dengan rating bagus

Belanja online kalau gak di marketplace emang harus hati-hati. Pasalnya, ada risiko kamu kena penipuan. Makanya khusus buat di Carousel, kamu harus pilih-pilih seller dengan ulasan yang bagus. Alternatifnya, bisa dengan minta transaksi lewat Shopee saja.


Itu pengalaman aku belanja thrift dan tips biar gak gagal. Semoga bermanfaat buat kamu yang lagi bingung ya!


Sunday, July 15, 2018

Bisnis Sukses Tak Hanya Bermodal Sepeser Uang dan Niat

Cr: infusionsoft.com

Seorang pemuda berusia belasan tahun mengepak konsol game koleksinya ke dalam sebuah mobil tua. Ia berniat untuk menjualnya untuk modal usaha, setelah gagal dalam beberapa tahap usaha memulai berbisnis yang membikin uangnya kini habis.

Top Ittipat, nama pemuda itu, memang bocah yang sangat gigih. Begitulah setidaknya yang tergambar dari sebuah film Thailand berjudul The Billionare. Konon, film ini diambil dari kisah nyata seorang pengusaha sukses yang berhasil memasarkan snack rumput laut asal negeri tom yum tersebut. Saya rasa hampir semua orang Indonesia mengenal produk yang punya nama lumayan susah disebutkan orang Indonesia ini, Tao Kae Noi.

Dalam film tersebut, Top, yang merupakan seorang gamer, menemukan bahwa dia bisa menjual senjata dalam game. Top menjual begitu banyak, dan menghasilkan begitu banyak uang hingga akhirnya ia bisa membeli mobil sendiri. Namun, tanpa terasa kuliahnya terbengkalai karena Top sadar bahwa passion-nya adalah berjualan.

Suatu hari, bisnis orangtua Top bankrut. Ia akhirnya mencari jalan untuk membangun usaha sendiri. Awalnya, Top memulai berjualan kacang rebus, namun gagal setelah banyak perjuangan yang ia alami. Setelah itu, ia menemukan camilan menarik milik temannya, snack rumput laut. Top berpikir untuk membuatnya sendiri. Setelah malam-malam penuh kegagalan, akhirnya ia bisa membuat produk yang enak.

Perjuangan tidak berhenti di situ. Top harus memikirkan cara bagaimana memasarkan produk miliknya. Lagi-lagi sebuah perjuangan yang melelahkan, tapi toh akhirnya membuahkan hasil juga. Produk Top diterima sebuah toko ritel, kemudian ia sukses besar.

The Billionare adalah salah satu dari sekian banyak media informasi yang menyampaikan pesan bahwa, kalau kamu mau berbisnis, just do it. Kamu bakal banyak mengalami jatuh bangun, dalam proses itu tentu akan mendapat banyak pelajaran. Tapi, seringkali orang menganggapnya mentah-mentah. Just do it, bahkan dengan kesiapan model bisnis yang lemah dan informasi nol mengenai pasar. Ujungnya hanya berakhir dengan kegagalan dan kegagalan saja.

Padahal, banyak pengusaha sukses yang saya wawancarai memulai bisnisnya tidak sekedar bermodal uang dan niat. Mereka selalu melakukan satu hal yang penting namun sering terlupakan. Riset!

Menurut Financial Edge yang dilansir dari Detik Finance, alasan kegagalan sebuah startup di antaranya adalah tidak dilakukannya riset pasar dan kurangnya perencanaan bisnis. Melalui riset, kita jadi tahu pasar apa yang ingin kita sasar, apa masalah yang ada di dalamnya, bagaimana solusi untuk masalah tersebut, bagaimana model bisnis yang pas, lalu bagaimana eksekusinya. Itu untuk bisnis yang solutif. Kalau sekedar ingin jadi pemasar produk yang sudah ada, riset juga tetap saja diperlukan untuk memahami perilaku pelanggan dan bagaimana para kompetitor bekerja.

Pasar adalah satu kata kunci penting dalam berbisnis. Kalau saya mau berjualan, tapi tidak mengenal pasar, itu sama saja seperti membuang garam ke laut. Menurut Neil Patel, dalam tulisannya di lamanonline Forbes, kesalahan pertama yang dilakukan sebuah startup gagal adalah membuat produk yang tidak diinginkan orang-orang. Pengetahuan akan pasar yang baik membuat saya tahu keinginan mereka, dan kemudian menemukan bagaimana cara memunculkan produk yang tepat untuk memenuhinya.

Bahkan, perusahaan yang sudah besar pun memerlukan riset pasar terus menerus. Rezky Yanuar, Country Manager Shopee Indonesia, sempat berkata pada saya bahwa Shopee terus-terusan melihat bagaimana perilaku pasar e-commerce yang dinamis. Perubahan yang sangat cepat itu harus ditanggapi dengan inovasi dan eksekusi yang cepat juga. Hal itu Shopee tuangkan salah satunya dengan menghadirkan game-game di dalam aplikasnya. Ia tahu persis bahwa pasarnya, generasi milenial ke bawah, dapat ditingkatkan engagement-nya melalui cara tersebut.

Rezky juga paham bahwa kini pelanggan e-commerce tidak hanya dari kaum urban saja, tapi juga masyarakat di daerah. Memengang pengetahuan itu, ia memasang iklan di televisi, media yang diminati masyarakat daerah, sekaligus pasar yang lebih besar daripada kaum urban.

Setelah memahami pasar, menemukan model bisnis yang tepat, alangkah baiknya juga bila melakukan riset produk. Hal ini dilakukan Ade F. Meyliala, seorang pengusaha madu mentah asli bertajuk Bali Honey. Dalam wawancara dengannya, Ade menjelaskan dengan sangat jelas bagaimana produknya dihasilkan dan apa yang menjadi nilai tambah produknya. Sebelum memahami itu semua, Ade melakukan riset selama satu tahun penuh untuk menemukan lokasi peternakan yang tepat dan menghabiskan Rp 1,5 miliar rupiah dari modal Rp 5 miliar yang ia siapkan.

Kini, dengan memahami betul kualitas madu premiumnya, Ade berani mematok harga madu Rp 275 ribu per 600g. Hal tersebut bisa dilakukannya juga karena ia tahu pasar mana yang akan ia sasar nantinya.

Riset terhadap sebuah masalah sempat dilakukan oleh Eddy Christian Ng, CEO dari startup e-commerce furnitur bernama Livaza. Awalnya, ide membangun Livaza mencul dari kesulitan Eddy mencari furnitur, karena pilihan di toko hanya sedikit. Ia akhirnya berkeliling Indonesia untuk melihat karya para pengrajin daerah yang belum terekspos. Dalam riset itu, ia menemukan bahwa produk daerah yang berkualitas itu, bukannya laris di pasar lokal malah lebih sering diimpor. Eddy melihat masalah itu sebagai peluang untuk mendirikan Livaza. Kini, sudah ada 300 UKM yang bergabung dengannya dengan total penjualan per bulan mencapai US$ 100-500 ribu.

Bila saat ini kamu sedang berniat untuk memulai sebuah bisnis, lakukanlah dengan persiapan matang. Ingatlah bahwa bahkan ketika hendak melakukan apapun; perang, lomba debat, kompetisi olahraga, sampai main judi sekalipun, pengetahuan kita akan medan tempat kita akan berperang akan menentukan hasil akhirnya.


Friday, June 8, 2018

Profesi Impian Sudah Tergapai, lalu Apa?


Menjadi seorang jurnalis adalah impian saya sepanjang menjadi mahasiswa. Begitu lulus, file pdf CV saya langsung bertengger di email-email HRD berbagai jenis media. Ada harian, majalah, media online, hingga televisi. 
Pokoknya mau jadi reporter dulu, soal jadi jurnalis apa, lihat saja nanti. Gaji kecil? Kehidupan keras? Saya siap, demi cita-cita. Begitulah yang ada di pikiran saya saat itu. 

Kalau keinginan kita kuat, pasti ada jalan. Memang itu sih yang nyatanya terjadi.  Berkat informasi seorang teman, saya melamar ke salah satu majalah bisnis yang usianya sudah terbilang tua. 

Selama melamar, meski dengan keinginan yang begitu kuat, saya tidak pernah berharap banyak. Karena harapan yang terlalu tinggi seringkali berlabuh pada kekecewaan. 

Melalui proses interview, tugas liputan, dan psikotes, akhirnya saya lolos. Saya yakin blog ini pun jadi salah satu referensi perusahaan untuk mempertimbangkan saya yang punya nol pengalaman.

Ekspektasi saya ketika masuk kerja adalah bakal mendapatkan training. Oh, ternyata tidak seperti itu sistemnya di sini. Saya dikirim langsung ke lapangan.  Liputan pertama saya? Bisa dibilang gagal sih. Haha. Untung terselamatkan dengan pertanyaan-pertanyaan dari reporter lain. Saya sendiri tidak melontarkan satu pertanyaan pun.

Kok bisa gagal? Karena topiknya tidak saya kuasai. Undangan saat itu saya dapatkan cukup mendadak, jadi tidak punya waktu semalaman untuk riset. Topiknya sendiri adalah forex, dan narasumbernya seorang ekspatriat dengan aksen yang cukup sulit saya serap ketika itu. Maklum, sudah enam bulan nganggur jadi otak agak membeku. 

Alhasil saya berusaha keras untuk mentranskrip wawancara siang itu dengan sepenuh tenaga. Bermodalkan Google Search, akhirnya selesai juga artikel yang dibuat dengan penuh perjuangan itu. Oke, satu tantangan selesai. Meski begitu, saya merasa itu adalah kegagalan pertama saya. 

Tapi memang kekecewaan itu harus diubah jadi motivasi. Selanjutnya, harus lebih baik lagi. Saya pun mengingat-ingat apa sih kesalahan saya siang itu, supaya ke depan tidak terulang lagi.

Ini adalah bulan ketiga saya bekerja sebagai seorang reporter. Apa yang saya takutkan di awal tidak benar-benar terjadi. Pekerjaan ini menyenangkan sekali. Bukan, bukan karena ini passion saya. 

Untuk seorang fresh graduate dan profesi reporter, gaji yang ditawarkan lumayan. Ritme kerja pun tidak menyiksa, bahkan saya bisa mengerjakan proyek di luar pekerjaan tanpa saling mengganggu. 

Selain itu, benefit yang saya dapat dalam bidang improvement diri ada banyak. Pertama, banyak inspirasi dan ilmu yang didapat. Setiap hari saya bertemu orang-orang hebat, yang sukses di bidangnya, entah itu sebagai pengusaha, manajer, CEO, atau bahkan pedagang UKM. Mereka menginspirasi saya soal apa yang ingin saya lakukan dalam hidup, juga bagaimana cara meningkatkan kompetensi diri. Lebih detail, akan saya ceritakan pada postingan-postingan berikutnya.

Kedua, relasi. Orang-orang tersebut tentu bisa jadi relasi profesional yang sangat baik. Meskipun sejauh ini skill komunikasi saya belum maksimal, saya berusaha terus buat sok asik dengan orang baru. 

Selama beberapa bulan ini saya terus berpikir. Lantas, kalau sudah jadi jurnalis, mau apa?

Ini yang belum saya pikirkan. Pikiran-pikiran saya masih bercabang untuk rencana ke depan. Cabangnya itu ya ke bidang bisnis, yang ternyata menarik juga. Inspirasi ini pun saya dapatkan selama menjalani liputan. 

Cabang lainnya adalah lanjut terus jadi jurnalis yang sesungguhnya. Yang sudah tidak mengandalkan rilis untuk menulis berita. Yang melakukan risetnya sendiri dari nol sampai jadi sebuah berita.

Atau jurnalis petualang, yang menyusuri daerah-daerah konflik, atau hutan hujan tropis di Indonesia Timur, sampai melanglang buana di padang sabana Afrika. 

Kedua cabang itu mau saya pelihara dulu, sama-sama dipersiapkan sambil jalan. Sambil mengikuti online course soal bisnis, saya juga sedikit-sedikit belajar travelling sendiri, fotografi, juga perdalam ilmu jurnalistik.

Kenapa tidak? 

Kalau mengutip kata Bapak saya, "Kamu bisa jadi banyak hal. Kami bisa jadi jurnalis yang juga seorang konsultan bisnis. Toh Leonardo Da Vinci juga bukan hanya seorang pelukas, tapi juga ilmuwan." 

Apapun itu, yang pasti harus bermanfaat buat masyarakat. 

Monday, February 5, 2018

Melalui Quarter-life Crisis dengan Elegan


Tahun ini saya bersama anak-anak kelahiran 1995 memasuki usia 23 tahun. Kebanyakan dari kami sedang memegang status fresh graduate, baru lulus dan masih seger-segernya.

Awalnya saya pikir kehidupan setelah lulus akan membahagiakan. Gak ada  tugas, gak ada beban skripsi, dan punya titel sarjana di belakang nama.

Ternyata oh ternyata, saya salah besar. Ada banyak beban tak tertulis menanti di ujung toga wisuda. Pertanyaan-pertanyaan bermunculan setiap kali ngelamun sedikit aja.

Bukan, bukan lagi pertanyaan sejenis nanti-malam-mau-makan-apa atau besok-mau-nongkrong-di-mana. Pertanyaan yang muncul sungguh berfaedah. Intinya sih, mau dibawa ke mana hidup saya?

Ini yang disebut quarter-life crisis atau krisis di seperempat hidup. Kecemasan soal memasuki dunia nyata dan bagaimana hidup sebagai orang dewasa mulai muncul di periode ini.

Usia dua puluhan adalah jembatan antara penyesalan karena salah milih jurusan dengan cabang untuk bertemu pilihan baru yang risky. Kita semua tahu, setiap pilihan yang dibuat akan nentuin hidup kita ke depannya. Kebanyakan sih tiga poin besar yang bikin anak 20an galau banget. Karir, cinta, dan tujuan hidup.

Soal karir, saya sendiri lagi masih bertanya-tanya. Apakah perlu saya mengejar passion, atau mengejar uang dulu sambil mengesampingkan passion? Selagi saya kelamaan mikir, teman-teman di luar sana udah start duluan.

Mungkin gak cuma saya doang yang ngalamin ini. Saya gak jarang sibuk melihat teman-teman yang karirnya udah lebih maju duluan. Melihatnya, motivasi tentu muncul. Lebih kuat dari sebelumnya. Namun, yang saya takutkan adalah pengambilan keputusan yang terburu-buru karena ingin cepat-cepat mulai juga.

cr: Janna Fong
Tapi, ketahuilah, hidup itu bukan kompetisi, kawan.

Setiap garis hidup ada porsinya masing-masing. Mungkin sebelum jadi miliarder, saya dan kamu harus ngegembel dulu bertahun-tahun. Mungkin sebelum bisa beli gedung perkantoran kaya Hotman Paris, kita emang perlu tidur beralaskan koran dulu di depan Alfamart.

Soal cinta, saya sudah skeptis soal itu. Dengan beberapa pengalaman buruk di masa lalu, I realized I'm not a family girl nor a relationship girl. Saya merasa lebih bahagia ketika sendirian, sampai berpikir untuk tidak menikah. Pasti banyak diantara teman-teman satu generasi yang merasakan hal sama.

Kegamangan saya soal cinta bentuknya lagi-lagi kumpulan pertanyaan. Apakah kalau saya memutuskan untuk tidak menikah, penyesalan gak akan muncul? Bagaimana kalau saya berubah pikiran di usia 35 ke atas? Bagaimana saya mengatasi kesepian?

Tujuan hidup lah yang sebenarnya jadi penentu buat dua poin sebelumnya. Nilai ini yang terus-terusan kita pegang dan bakal berpengaruh sama pilihan karir dan cinta.

Tujuan hidup manusia intinya ya jadi bahagia. Definisi bahagia ini macem-macem dan gak sesederhana keliatannya.

Gimana sih cara mendefiniskan kebahagiaan?

Dalam diskusi bersama seorang teman, saya mendapatkan pencerahan. Menurutnya, sebelum kita bisa mendefinisikan kebahagiaan, kita perlu mendefinisikan diri sendiri dulu. Seseorang bakal kebingungan dengan apa yang dia inginkan saat masih belum menemukan dirinya sendiri.

Menemukan diri sendiri gak mudah. Beberapa orang sudah menemukannya di bangku sekolah. Sebagian lain masih harus bertualang menjamah setiap sudut kehidupan supaya bisa dapat jawaban.

Pelik juga ya?

Ya memang.

Tapi, percayalah. Di posisi manapun kamu mengalami quarter-life crisis, mulailah berpikir kalau sekarang kamu baru mulai. Jangan ngarep dapet hasilnya buru-buru. Seperti kuwot di bawah ini:

cr: on pic

Terus Nis, gimana cara melalui quarter-life crisis dengan elegan?

Jalani dan nikmati, kawan.

Sunday, February 4, 2018

Gambaran Persahabatan ala The Big Bang Theory



Siapa yang suka nonton serial televisi?

The Big Bang Theory (selanjutnya disebut TBBT) tentunya gak asing lagi di telinga teman-teman yang ngikutin banget serial televisi Amerika. TBBT adalah salah satu serial komedi favorit sekelas Friends dan How I Met Your Mother yang udah nemenin penontonnya selama 11 tahun!

TBBT menceritakan Leonard Hofstader, seorang ilmuwan fisika bersama ketiga temannya yang juga punya profesi sama. Mereka adalah Sheldon Cooper, Rajesh Kootrapali, dan Howard Wolowitz.

Leonard punya karakter yang baik hati dan lugu. Sheldon lebih annoying, menyebalkan, sombong, gak bisa baca perasaan orang, tapi genius dan suka pake logika. Rajesh adalah cowok metroseksual (kadar femininnya tinggi banget), tapi sayangnya gak bisa ngomong sama cewek. Howard di awal season diperkenalkan sebagai cowok yang norak dan genit banget sama cewek. Dia juga masih tinggal sama ibunya.

Leonard dan Sheldon tinggal bersama di sebuah apartemen. Nah, apartemen mereka berdua ini suka jadi tempat nongkrong mereka berempat.

Suatu hari, ada seorang cewek cantik yang pindah ke seberang apartemen mereka, namanya Penny. Cewek ini kontras banget sama empat cowok tadi. Penny sangat cantik dan gak ngerti apapun soal sains. Tipikal cewek populer waktu di sekolah. Cita-cita dia aja pengen jadi aktris Hollywood.

Leonard kesemsem sama kecantikan Penny. Dia pun Singkat cerita Leonard dan Penny ini terkait dalam hubungan percintaan.

Pada season pertengahan, muncul dua cewek lain, Bernadette dan Amy Farah Fowler yang bakal jadi pacarnya Howard dan Sheldon. Dua cewek ini adalah ilmuwan di bidang biologi. Akhirnya, ketujuh orang ini jadi teman dekat dan suka hang out bareng di apartemen Leonard.

Sebagai pecinta serial televisi, karakter dan interaksi antar tokoh adalah salah satu hal yang paling saya perhatiin. TBBT ini unik banget! Soalnya, mayoritas tokohnya adalah para kutu buku yang all into science. Jadi, banyak banget keluguan dan keanehan mereka ditampilkan di sini.

Gak cuma sains, keempat tokoh cowok ini juga cinta banget sama games, komik, cerita superhero, dan sci-fi. Saking cintanya, Leonard punya koleksi make-up lengkap buat ikutan acara cosplay. What a nerd uh?

Masuknya Penny dengan segala kekontrasannya jadi hal yang menarik banget. Penny sering gak paham sama ceramah Sheldon tentang sejarah dan sains. Sheldon juga sering banget ngejekin Penny karena kebodohannya. Dari situ muncul lah scene-scene lucu yang harus kamu tonton sendiri.


Hal yang saya nikmati selama belasan season TBBT adalah persahabatan antar karakter. Kendati hobi empat cowok kutu buku itu aneh-aneh, Penny tetap bertahan buat hang out sama mereka. Selain karena hubungan percintaannya dengan Leonard, Penny memang punya kecocokan buat berteman sama Sheldon, Raj, dan Howard.

Karakter paling penting dan menonjol di sini adalah Sheldon Cooper. Saya jelaskan sedikit tentang dia. Jadi, Sheldon ini adalah ilmuwan fisika teori. Dia sangat genius, masuk kuliah aja umur belasan tahun. Dia sadar banget dia genius, jadi terkadang suka bersikap songong dan seenaknya. Sheldon punya kesulitan untuk memahami perasaan orang, karena itu interaksi sosialnya agak kurang baik.

Sheldon saya katakan penting karena dialah yang menjadi pemersatu ketujuh karakter. Awalnya, Sheldon tinggal sendirian di apartemennya, kemudian Leonard bergabung. Raj dan Howard sendiri awalnya temennya Leonard. Mereka gak akan berteman kalau saja Sheldon gak mengajak Leonard tinggal bersamanya.  Howard gak akan ketemu Bernadette kalau gak dikenalkan sama Penny. Amy juga gak bakal ketemu geng ini kalau gak ketemu Sheldon dulu.

Hal paling menonjol dari Sheldon ialah karakter annoyingnya. Ini dia yang bikin lucu. Meskipun karakter lain juga aneh, tapi dia paling aneh diantara yang aneh.

Howard dan Raj pernah berkata satu-satunya alasan mereka mau berteman sama Sheldon adalah Leonard. Kalau gak ada Leonard, mereka juga gak bakal kuat.

Seiring berjalannya waktu, mereka mulai saling menerima satu sama lain. Memang sempat terjadi konflik antara Leonard - Sheldon dan Howard - Sheldon. Namun, dalam persahabatan, konflik adalah hal lumrah. Malah, konflik bisa mempererat persahabatan kalau diselesaikan dengan baik.

Howard - Rajesh - Leonard - Sheldon

Saya pun mengalami hal yang kurang lebih sama sepanjang perjalanan persahabatan saya. Konflik akan muncul ketika ada karakter yang bertabrakan. Dalam konflik, kamu akan membela ego masing-masing. Tapi, betapa lucunya persahabatan. Lama-kelamaan hatimu akan luluh dan akhirnya mengesampingkan ego yang ada. Kamu jadi bisa menerima perbedaan, bahkan mencintainya!

Pada salah satu episode TBBT, Sheldon yang terkenal paling menyebalkan dan suka ngatur-ngatur pergi ke Texas, kampung halamannya selama beberapa hari. Semua karakter awalnya terlihat senang karena bebas ngelakuin apapun. Tapi, lama kelamaan mereka merasa kangen juga sama Sheldon yang menyebalkan. So sweet, uh?

Saya juga pengen ngebahas soal perkembangan karakter. Kalau di TBBT, kebanyakan karakter berubah karena cewek.

Howard bertransformasi dari cowok norak dan genit jadi cowok yang lebih 'normal' setelah pacaran sama Bernadette. By the way, Howard dan Bernadette adalah pasangan favorit saya di serial ini. Saya tersentuh banget ngeliat gimana Bernadette bisa nerima Howard punya hubungan gak sehat sama ibunya. Howard pun ternyata romantis banget begitu ketemu orang yang dia cintai.

Sheldon juga ngalamin perubahan karakter yang signifikan setelah ketemu Amy. Kita semua tahu dia orang yang keras kepala dan mau menang sendiri. Awalnya malah dia gak mau nyentuh orang sama sekali. Saya pun sempat bertanya-tanya pada season awal, apakah Sheldon punya ketertarikan seksual?

Setelah ketemu Amy Farah Fowler, Sheldon sepertinya mulai merasakan seperti apa rasanya jatuh cinta. Ia kadang suka nurut sama nasehat Amy. Sheldon juga gak takut lagi bersentuhan sama orang lain.

Karakter Amy juga menarik. Sebelum ketemu Sheldon dan gengnya, dia gak punya teman sejak kecil. Makanya, Amy kesenengan banget pas ia bisa berteman sama Penny yang keren dan Bernadette. Hal ini ditunjukkannya dari excitement yang kadang berlebihan buat nunjukkin betapa bahagianya dia bisa temenan sama Penny. Meski dikemas secara komikal, saya ngerasa terharu banget ngeliat karakter ini.



Jujur, saya baru nonton sampe season 7, makanya baru ketemu sama tujuh karakter ini. Mungkin akan saya update setelah namatin season 11.

Saya belajar banyak soal persahabatan dari serial TBBT. Pertama, seberbeda apapun saya dengan seseorang, hal itu gak menutup kemungkinan buat bisa bersahabat dengannya. Kedua, konflik itu wajar banget ada di dalam persahabatan, bahkan keberadaannya malah sehat dan bikin saya lebih dewasa. Ketiga, jangan antipati dulu sama orang yang keliatan menyebalkan di awal. Bisa aja orang itu bakal mewarnai hidup saya. Keempat, persahabatan itu mahal banget dan wajib dijaga karena gak semua orang mendapatkan kemewahan ini seperti Amy di masa kecilnya.

Tuesday, January 9, 2018

Asal Mula Sapiens, Para Mamalia Cerdas

Sejarah itu menyenangkan. Setuju gak temen-temen?

Mungkin banyak yang gak setuju sih, karena memang menurut saya pelajaran di sekolah dibawakan dengan sangat membosankan. Waktu SMA, saya sering mengalami momen menguap belasan kali saat pelajaran sejarah. Bahkan gak jarang ketiduran juga.

Bapaknya sih chill aja di depan dengan mulut berbusa-busa. Kasian juga sih gak didengerin, tapi gimana pak.... aku tuh ngantuk banget.

Tapi ternyata, belajar sejarah gak melulu bosenin. Salah satu cara memelajari sejarah secara fun itu ya dengan diskusi sama teman. Sebelumnya, baca-baca lah sedikit tentang topik yang akan dibahas, supaya rasa penasaranmu minimal muncul ke permukaan. Bibit penasaran itu kemudian dipacu lagi dengan diskusi. Cara ini selalu saya praktikkan ketika ada teman yang cocok.

Nah, baru-baru ini, muncul sebuah pertanyaan dari diskusi saya bersama seorang teman.

Dari mana asal manusia? 
Apakah kita muncul dari dalam buah duren? Tentu tidak dong ya.

Kita memang sudah belajar bahwa manusia merupakan produk evolusi. Tapi, apa yang sebenarnya terjadi dari masa ke masa? Bagaimana kita bisa menguasai alam sampai sejauh ini?

Dengan mengesampingkan dulu teori kreasionisme (bahwa Sapiens adalah keturunan Adam dan Hawa), saya bertanya-tanya bagaimana manusia bisa membangun dirinya sejauh ini. Bayangin, saat ini kita bisa terbang kaya burung, ngobrol sama orang di luar benua, bahkan pergi ke luar angkasa! Saya yakin pencapaian kita saat ini gak akan kebayang sama leluhur kita 70.000 tahun yang lalu.

Untuk memenuhi rasa ingin tahu tersebut, saya mulai cari-cari buku tentang sejarah Homo sapiens, dan...... saya menemukan buku yang sangat menarik! Judulnya Sapiens: The Brief History of Humankind oleh Yuval Noah Harari yang ternyata merupakan New York Times Bestseller.

Apa sih yang diceritakan? Ya seperti judulnya, sejarah umat manusia. Tapi yang satu ini anti-mainstream, karena latar waktunya 70.000 tahun yang lalu. Bukan perang dingin, bukan perang dunia, bukan juga Yunani Kuno atau Mesir Kuno, tapi kehidupan leluhur kita yang masih hidup seperti binatang di alam. Kegiatan mereka masih berupa berburu dan bercocok tanam, belum sampai menulis buku atau berfilsafat.

Om Harari (supaya akrab kita panggil Om) memulai bukunya dengan penjelasan soal pengelompokkan makhluk hidup. Makhluk yang berada dalam satu spesies berarti dapat kawin dan menghasilkan keturunan. Kumpulan spesies berbeda yang memiliki leluhur yang sama dikelompokkan ke dalam genus. Contohnya kucing dan harimau.

Yang seringkali kita lupakan adalah bahwa kita juga merupakan makhluk hidup yang tergabung dalam kelompok-kelompok itu. Genus kita adalah Homo, dengan spesies Sapiens.

Sapiens dan Neanderthal
Tunggu, berarti kita juga punya kerabat satu genus dong? Ke mana mereka pergi?

Awalnya kita punya beberapa saudara, salah satunya Neanderthal. Saudara kita ini kekar banget, sementara kita mah masih cupu, kurus-kurus letoy gitu.

Menurut Om Harari, Neanderthal merupakan spesies dengan tubuh yang kekar dan kuat, sementara Sapiens lebih unggul di bidang interaksi sosial. Neanderthal menginvestasikan energinya untuk kekuatan otot, sementara Sapiens mengarahkannya pada neuron. Hal ini membuat Sapiens menjadi makhluk yang lebih cerdas.

Nah, kerabat Homo kita sudah punah. Kalah saing sama Sapiens. Ada beberapa teori yang menjelaskan bagaimana Sapiens memenangkan kompetisi ini.

Teori pertama menyatakan kalau Neanderthal kalah saing dalam mencari makanan saat Sapiens menginvasi wilayahnya.

Yang kedua agak mengerikan. Sapiens membantai Neanderthal. Om Harari mengatakan kalau kawan Neanderthal ini terlalu mirip sama kita untuk diabaikan, tapi juga terlalu berbeda untuk ditoleransi.

Teori lain mengatakan kalau sebenarnya Sapiens dan Neanderthal sebenarnya sempat kawin dan beranak. Argumen ini gak sembarangan muncul, karena ada hasil penelitian yang menjelaskan bahwa terdapat enam persen kode genetik Neanderthal yang ditemukan pada manusia modern.

Mindblowing, right?

Begitulah persaingan intragenus yang terjadi. Terus, gimana kita bisa mengalahkan makhluk di luar genus kita?

Ternyata temen-temen, ada tiga keunggulan utama manusia yang digarisbawahi oleh Om Harari:

1. Kita bisa mengendalikan api. Kaya Avatar? Gak gitu maksudnya. Jadi, kita bisa mengontrol dan menggunakan api sesuai kebutuhan kita. Pertama, api bisa dipakai buat menakuti hewan buas. Kedua, ini yang paling penting, api bisa dipakai untuk memasak. Efeknya terhadap evolusi manusia sangat besar.

Karena manusia mulai makan makanan yang dimasak, pencernaan manusia bekerja lebih ringan. Apa artinya ini? Artinya porsi energi yang tadinya dipakai buat mencerna, bisa dialokasikan ke neuron dalam otak. Tadaaa, kita jadi sedikit lebih cerdas.

2. Kita bisa berbahasa. Dengan kecerdasan yang kita telah kembangkan, kita punya kemampuan berbahasa yang canggih. Tidak seperti hewan yang kemampuan berbahasanya sekedar mencari posisi makanan, bahasa Sapiens kompleks.

Kita bisa mendeskripsikan segala sesuatu secara spesifik, mewakilkannya dengan kata-kata. Hal ini berdampak besar. Sapiens menjadi pengatur strategi terbaik, kemudian bekerja secara kelompok dengan efektif.

3. Kita bisa berimajinasi. Kemampuan ini tidak dimiliki oleh spesies lain. Lihatlah barang sekitar kamu. Ponsel, misalnya. Sebelum benda tersebut benar-benar dibuat, tentu para penemunya mengimajinasikan dulu konsep dari ponsel tersebut kan?

Sapiens mampu mengkhayalkan hal yang tidak ada, misalnya uang. Kamu sadar gak, uang itu bukan benda yang 'nyata'. Uang hanya alat untuk memudahkan pertukaran benda. Yang sesungguhnya benar nyata ya barang yang kita konsumsi. Misalnya padi, pisang, rambutan, dan lain-lain.

Di sisi lain, sahabat binatang lain hanya memercayai apa yang ada di depan matanya, seperti halnya monyet yang hanya mau mendekat ketika disodori pisang. Dia gak bisa diancam bahwa kalau dia tidak patuh pada perintah, akan ada setan jahat yang akan menghukumnya. Monyet harus diberikan hukuman kongkrit, disetrum misalnya, sebagai hukuman atas pelanggaran yang dia buat.

Jadi, begitulah bab permulaan dari buku Sapiens. Kesimpulannya belum ada, karena bukunya pun belum tamat saya baca. Saya tergerak menulis ini atas dasar excitement akan hal yang dibahas. Nah, mungkin nanti setelah saya tamatkan bukunya, akan saya buat lanjutannya. Hehe.

(mungkin akan) bersambung...

Tuesday, November 14, 2017

Movie Review: Hangout (2016) [Spoiler Alert!]




Sebagai penikmat film thriller dan film comedy, aku benar-benar excited saat ada film Indonesia yang menyatukan kedua genre ini. Meskipun genre ini bukanlah hal baru dalam dunia perfilman, namun kehadirannya di tengah film bertema cinta di Indonesia bagaikan segelas air yang muncul di tengah kehausan akan genre film yang 'beda'.

Jujur aku bener-bener kagum sama film thriller buatan lokal pendahulunya, seperti Rumah Dara, Modus Anomali, Kala, sampai Fiksi. Naskah bagus didukung oleh akting yang mumpuni serta pengambilan gambar dan audio yang baik jelas tidak diabaikan oleh si pembuat film-film tersebut.

Berkaca dari film thriller lokal ke belakang, aku berekspektasi banyak dari film ini.
Sumber gambar: tahuberita.com
Hangout dibuka dengan adegan penjambretan seorang perempuan di gedung kosong, yang ternyata merupakan set film yang diperankan oleh Raditya Dika. Setelah syuting selesai, ia beranjak menghampiri para wartawan untuk menjawab beberapa pertanyaan.  Dika menyebutkan bahwa film yang sedang ia bintangi tergolong ke dalam genre 'action lebay'. Saat seorang wartawan menanyainya mengenai kendala dana yang sedang dihadapinya, Dika menyuruh asistennya untuk membubarkan para wartawan.

Nampaknya kesulitan dana yang dialami Dika bukan hanya isu, yang ditunjukkan dengan diusirnya ia dari kontrakannya, serta pinjaman dari bank yang belum terbayar. Saat sedang galau di dalam mobilnya, Dika menemukan selembar undangan dari Toni Sacalu. Karena merasa asing dengan nama tersebut, dia bertanya pada manager. Menurut managernya, pria tersebut telah membuat janji sejak lama dan membayar DP 50 juta. Mendengar duit, Dika langsung pasrah dan menerima undangan tersebut.

Set berikutnya adalah pelabuhan, di mana Dika bertemu dengan rekan artisnya yang lain, yaitu Soleh Solehun, Dinda Kanya Dewi, Bayu Skak, Gading Marten, Mathias Muchus, dan Surya Saputra, yang mengaku mendapat undangan serupa. Mereka berangkat untuk memenuhi undangan tersebut menggunakan kapal, dan akan dijemput 3 hari kemudian.

Lokasi undangan tersebut ternyata merupakan sebuah pulau terpencil yang berisikan hutan yang dikelilingi oleh laut. Melalui petunjuk yang ada di jalan, mereka sampai pada sebuah villa besar di tengah pulau. Meski telah terus memanggil si pengundang, Toni Sacala, pria tersebut tidak kunjung menampakkan diri. Mereka akhirnya memutuskan untuk masuk dan memilih kamar saja.

Semua baik-baik saja sampai Mathias Muchus terbunuh pada makan pertama mereka di pulau tersebut. Satu per satu dari mereka mulai dihabisi, dan pencarian pembunuh dilakukan.

Bila melihat film-filmnya yang sebelumnya, Raditya Dika berusaha membuat hal baru dalam daftar film buatannya. Meski begitu, komedi khas Dika masih melekat pada setiap adegan.

Kali ini, yang ingin aku bahas lebih dalam adalah dari sisi thrillernya.

--SPOILER ALERT!--

Dari sisi pengambilan gambar dan audio, film ini cukup baik menggiring penonton ke dalam nuansa thriller-comedy. Pada pertengahan film aura tegang mulai terasa dan kadang-kadang dibikin deg-degan, terutama pada adegan Soleh dan Gading mulai curiga satu sama lain di garasi.

Yang patut disayangkan adalah pembawaan para karakter dalam menghadapi pembunuhan yang menurutku terlalu tenang menghadapi situasi. Mulai dari para cowok, sampai Titi Kamal dan Dinda bersikap santai saja melihat mayat si Om seperti lihat kucing mati, Mungkin niatnya agar unsur komedinya dapat, tapi bayangkan kalau kamu ada di pulau terpencil tak berpenghuni dan salah satu temanmu mati diracun. Apakah bisa kamu gak panik? Reaksi paling wajar adalah ketakutannya Surya Saputra yang sampai teriak-teriak cantik sambil lari.

Padahal, aura ketakutan para karakter sebenarnya bisa diolah menjadi komedi yang baik. Kalau kita melihat film comedy-horrornya Thailand, Phobia, kelucuan muncul dari kepanikan para karakter saat bertemu hantu-hantu seram dalam film. Keinginan memunculkan komedi di tengah situasi mencekam tidak perlu bikin filmnya jadi tidak realistis,

Poin kedua, menurutku ada beberapa komedi selingan yang muncul terlalu panjang di adegan yang penting. Contohnya saat Bayu Skak mati, Dika dan Sholeh malah asik mengobrol dibandingkan dengan teriak-teriak panik ngelilingin mayat Bayu.

Terakhir, alasan Prilly membunuh kedelapan temannya dirasa tidak masuk akal. Hanya karena mereka mengajak Prilly ngobrol terus-terusan dan membuatnya kehilangan waktu bersama bapaknya sebelum meninggal bukanlah alasan yang kuat untuk membunuh. Dalam film Korea berjudul A Million dengan plot serupa, si pembunuh melakukan skema pembantaian dengan alasan bahwa beberapa tahun sebelumnya, orang-orang yang dibantai hanya menonton dan tidak menolong istrinya yang tengah diperkosa (kemudian dibunuh) di tengah keramaian. Hal yang menimbulkan trauma dan kebencian wajar seperti ini lah yang diperlukan dalam skenario film thriller.

Meskipun ada beberapa hal yang dirasa kurang klik, aku rasa film ini layak menjadi tontonan seru.



Rating: 3/5



Tuesday, September 19, 2017

Merenungi Kembali Cita-cita Konferensi Asia Afrika



sumber: lpkiabandung


Pagi itu, sepanjang Jalan Asia Afrika penuh sesak. Kerumunan manusia berkulit sawo matang bertepuk tangan sambil membawa bendera-bendera kecil. Mereka membentuk barisan menyamping, menyisihkan jalan kosong di tengah. Di tengah jalan terdapat barisan orang-orang penting dengan beragam warna kulit. Mereka nampak mengenakan pakaian asalnya masing-masing.
Pada hari yang penuh semangat itu, akan diadakan sebuah konferensi di Bandung yang dihadiri oleh para petinggi negara di Asia Afrika. Tujuan mereka adalah menyepakati hubungan internasional berdasarkan hak asasi manusia dan menjunjung tinggi perdamaian antar negara. Pertemuan ini dilatarbelakangi oleh persamaan nasib negara-negara peserta.
Konferensi yang berlangsung selama satu minggu tersebut menghasilkan sepuluh poin yang dikenal sebagai Dasasila Bandung, yang intinya adalah menghargai hak asasi manusia, mengakui kesetaraan ras dan bangsa, serta saling menghargai kedaulatan masing-masing bangsa. Hal ini salah satunya berdasar pada pengalaman buruk bangsa-bangsa yang pernah terjajah.
Enam puluh dua tahun kemudian, di jalan yang sama, seorang pemuda duduk di bangku jalanan, mendengus sambil menatap layar ponselnya. Nampaknya kekesalannya telah menumpuk, melihat konten internet yang menyuarakan kebencian. Pada kolom komentar, warganet melontarkan komentar pedas pada ras tertentu, menyuruh mereka enyah dari tanah Indonesia. Ia menyimpan ponselnya ke dalam saku, merasa tak tahan dengan isinya.
Pemuda itu menghela napas, lalu membuka lembaran surat kabar hari itu yang dari tadi diletakkan di pangkuan. Pada sudut halaman, ia menemukan berita yang menginformasikan pemberhentian paksa sebuah acara seminar di Jakarta. Ia teregun. Hak berkumpul dan berpendapat direnggut begitu saja oleh sekumpulan manusia dari manusia lain. Di halaman berikutnya, terlihat sekumpulan orang berpakaian hitam-hitam menuntut penyelesaian kasus pelanggaran HAM yang terjadi di masa lampau. Sepertinya pemerintah belum melakukan tindakan yang berarti perihal masalah tersebut.
Ia mengalihkan pandangan pada jalanan padat merayap di depannya. Dulu, gelora semangat akan perlindungan HAM dan kesetaraan begitu meluap. Jalanan ini saksinya. Namun, saat ini, di tempat yang sama, pemuda itu tidak menyaksikan semangat itu. Semua orang sibuk merasa paling benar. Kebencian akan ras dan suku bangsa tertentu terasa di berbagai penjuru. Keadilan belum sepenuhnya tercapai.

Pemuda itu mendengus untuk kesekian kalinya. Meninggalkan korannya di bangku jalan. Kebanyakan diam dan mengeluh membuatnya tubuhnya pegal. Sekarang, dia akan lebih banyak bergerak.

Tuesday, June 27, 2017

Ujian Prinsip



Tulisan pendek di layar ponsel Joni membuatnya bergolak. Kasus korupsi lagi! Muak dirinya melihat banyak penjarah uang negara besar-besaran masih bisa menyungingkan senyum di balik baju tahanan KPKnya. Malunya di mana sih? Dia ngedumel.

Namun, pernahkan Joni membayangkan, bagaimana karakter penjarah tersebut bisa terbentuk di tanah air kita? Bukankah seorang individu dibentuk dalam lingkungannya?

Dia perlu meninjau lingkungan sekitarnya, atau bahkan dirinya sendiri. Sudahkah kita berlaku seperti yang kita tuntut pada mereka?

Kalau saya melihat apa yang terjadi kepada saya dan teman-teman, banyak masalah hidup yang menggonjang-ganjingkan prinsip hidup kita. Misalnya, keinginan untuk terus berlaku jujur runtuh saat dihadapkan dengan lembaran ujian sulit dan lingkungan yang mendukung kegiatan contek-mencontek. Atau runtuh pula ketika kita harus berbohong mengenai laporan praktikum suatu mata kuliah.

Apakah itu salah kita? Tentu, iya. Namun ada yang perlu dicermati dalam cara mendidik generasi kita. Menurut saya, pendidikan kita selalu berorientasi pada nilai. Nilai adalah segala-galanya melebihi proses.

Contoh kecil adalah anak bernilai 100, tak peduli hasil mencontek atau tidak, tentu akan lebih dihargai dibandingkan yang bernilai 70. Sementara meski sudah berlaku jujur, anak bernilai 50 malah dimarahi. Kampanye anti mencontek akan sia-sia bila keadaan membentuk kita menjadi seperti itu.

Betul memang, saat terjun ke masyarakat, akan banyak ujian prinsip yang datang pada kita. Tapi didikan saat kecil akan membentuk kebiasaan saat dewasa dan konsep mengenai prinsip tersebut akan mengkristal dalam diri. Untuk memperkuat kita dari dalam, diperlukan poin ke dua.

Poin kedua adalah kurangnya menanaman moral dalam pelajaran agama. Pendidikan agama selama saya sekolah begitu berfokus pada hapalan dan bacaan, hingga lupa memaknai apa yang sesungguhnya hendak disampaikan agama tersebut. Nilai-nilai. Kejujuran, integritas, memenuhi janji, mencari ilmu, berpikir kritis, berbuat baik, dll.
Agama akan menjadi pedoman hidup dan berpikir, bukan dipakai untuk masker penutup berbuatan jahat. 

Bayangkan, mengingat betapa religiusnya masyarakat kita, integritas tak akan mudah goyah bila penyampaian agama tersebut diarahkan lebih pada nilai yang sudah dijabarkan barusan.

Mengubah sistem memang hampir mustahil dilakukan bila kita tak punya wewenang untuk mengubahnya, namun kedua poin di atas dapat kita terapkan pada lingkungan terkecil; keluarga. Kita dapat memberi perhatian khusus pada adik-adik dan anak-anak untuk mengarahkannya pada poin barusan. Apresiasi kejujuran dan penghargaan terhadap proses tentunya akan meningkatkan keberanian mereka untuk tetap menjaga integritas, betapapun sulitnya ujian prinsip di masa dewasa.
Nisrina Salma © , All Rights Reserved. BLOG DESIGN BY Sadaf F K.